Ada sebuah LSM bernama Haidar Alwi Institute memberikan sebuah kajian yang cukup menggelitik. Meskipun banyak kita jumpai kajian-kajian bertema sosial politik, karena yang satu ini terkesan intimidatif, boleh jadi akan banyak mendapat reaksi baik pro maupun kontra. Bagi pihak yang mendukung pengajuan Anies Baswedan sebagai Bacapres dalam kontestasi politik tahun depan, kajian tersebut akan menjadi sentilan yang mungkin akan mengganggu perjalanan politik sang jagoan. Setuju atau tidak, fakta bahwa dalam banyak kesempatan Anies menyampaikan orasi politik, muatan dalam kajian Haidar Alwi ini seakan terkonfirmasi. Alih-alih mementahkan tudingan miring bahwa dia ke-Amerika-amerikaan, Anies justru menguatkan dugaan itu.
Untuk mendapatkan pengakuan secara tegas, tentu sangat sulit jika tidak bisa disebut mustahil dari seorang Anies Baswedan. Publik hanya bisa membacanya dari isyarat-isyarat halus dan gestur sang kandidat, yang semakin tampak dalam perjalanan waktu, menunjukkan dirinya layak mendapat label sebagaimana Haidar Alwi Institute berikan. Kritikan Anies pada beberapa agenda pemerintah, khususnya yang terkait dengan potensi mengganggu kepentingan negara-negara donor seperti Amerika, menguatkan dugaan bahwa Anies sangat Amerika sentris.
Meskipun ada isu kontradiktif antara pro Amerika di satu sisi dan di sisi lain ada isu dukungan dari penganut Islam garis keras dan cenderung intoleran, jika kita mencermatinya secara spesifik, maka akan ditemuakan indikasi-indikasi, bahwa ada ruh Amerika sedang berlaku.
Bagaimana Amerika menjalankan politik luar negerinya di Timur Tengah, memperkuat daya cengkramnya di negara-negara pengekspor minyak. Tentu tidak ada maksud lebih kuat kecuali untuk mendapat keuntungan secara ekonomi dari kekayaan alam di negara sasaran. Sangat musykil jika kita menampik fakta ketertarikan Amerika mengambil peran dalam suksesi politik di Indonesia.
Meskipun selama ini pemerintah era Joko Widodo tampak baik-baik saja dalam urusan dengan kepentingan Amerika, ada catatan yang setidaknya akan dilihat oleh Amerika sebagai berpotensi mengganggu kepentingannya. Maka kita tidak heran jika konstelasi politik dalam negeri, selalu mendapat perhatian negara-negara kuat. Indonesia sedemikian menggodanya bagi mereka, sangat logis jika berharap siapapun Presiden yang terpilih, senantiasa berada sejajar dengan kepentingan mereka.
Untuk memastikan keberpihakan kepada kepentingannya, sah-sah saja ketika seorang kandidat pemimpin berlatar belakang pendidikan di Amerika, mendapat dukungan tertentu, sebagaimana terbaca oleh publik.
No comments:
Post a Comment