Friday, July 28, 2023

KEKUATAN POLITIK IDENTITAS ANIES AKAN KEMBALI DIGUNAKAN DI 2024

Optimisme Anies Baswedan sebagai kandidat capres 2024 sedemikian kuat, tergambarkan dari pernyataannya ketika berbicara di hadapan pendukung. Dia pun menunjuk pengalamannya ketika pilgub DKI 2017, meskipun hasil survei pada saat itu seperti dialaminya saat ini, tidak satu pun lembaga yang mengunggulkan dirinya, nyatanya dia memenangkan kontestasi.

Narasi tentang optimisme ini bisa jadi merupakan modal utama Anies untuk meyakinkan para pemilihnya, karena tanpa bekal yang satu ini mereka seperti tidak lagi berani berharap, jika tidak boleh disebut ibarat menangkap angin.

Mencermati perkembangan survei elektabilitas para kandidat, suka atau tidak suka, dua nama selain anieslah yang silih berganti berada di puncak, sementara Anies harus puas hanya berada di bawah mereka berdua. Menarik apa yang dikemukakan pengamat politik Ray Rangkuti, bahwa ketika Anies mengungkapkan sejarah keberhasilannya saat pilgub Jakarta, yang terekam oleh publik justru sisi buram proses kontestasi saat itu. Dan Anies hanya ketiban rejeki nomplok dari kompetitornya karena kesrimpet lidah.

Apalagi jika dilihat para pendukungnya sangat intens mengedepankan isu-isu sara guna menyerang calon lain. Dalam konteks yang sama,kembal Anies hanya bisa menunggu nasib baik kembali berpihak kepadanya, jika hal yang sama seperti pilgub dulu, terulang pada saat pilpres. Menurut Ray, ada persepsi yang tidak simetris antara yang diharapkan oleh sang kandidat dibandingkan bayangan para pemilih, ketika dikilaskan keberuntungannya ketika memenangkan pilgub dulu.

Di benak Anies, survei yang jeblok tidak berarti apa-apa jika menggunakan strategi yang tepat, yang menjadi fokus bukanlah hasil survei melainkan hasil akhir. Namun audiens membayangkannya dengan pola pikir yang sangat berbeda. Mereka justru lebih mengingat penggunaan cara-cara intimidatif serta provokatif yang sangat kental, yang menyebabkan Ahok sebagai kompetitornya saat itu menjadi korban isu sara, tudingan penistaan agama, dan berujung kriminalisasi oleh para pemuka agama yang mensponsosri Anies.

Kalau dianalogikan dengan pilgub DKI dengan menggunakan isu sara sebagai trik kampanye, maka publik akan melihat pilpres kali ini akan jauh lebih mengerikan dibanding pilpres tahun 2019, yang kita ingat sebagai kelanjutan strategi yang digunakan pada pilgub DKI.

Publik niscaya akan menilai ada yang berjalan tidak pada yang semestinya, jauh dari gaya demokrasi yang sehat, manakala untuk mendapatkan kemenangan, mereka tidak peduli dengan perasaan terancam dan terintimidasi bagi pendukung pihak kompetitor. Jika situasinya sudah sejauh itu, mungkin publik akan mempersepsikan pilpres sebagai formalitas belaka, karena yang disasar bukan pada proses demokrasi yang elegan, melainkan pada hasil akhir yang seolah dijejalkan harus mereka menangkan.

 

No comments:

Post a Comment

CALEG PENGUSUNG ANIES MUHAIMIN PUTUS ALIRAN AIR WARGA KARENA BEDA PILIHAN DUKUNGAN

Akibat beda dukungan pada pemilihan calon anggota DPR RI, aliran air ke rumah salah seorang warga di putus oleh tim sukses. Kondisi mempriha...